Apapun ada di sini ! kalau nggak ada ? tinggal request

Sabtu, 13 Desember 2014

Ex-Good Bab 2 : Fanny

“Huuuuft....” aku hanya dapat menghela nafas dan menerima keputusan kedua orang tuaku.
“Kak, kau tidak apa-apa dengan kepindahan ini kan ?” adikku yang berumur 3 tahun lebih muda (masih Elementary School kelas 6) menanyakan keadaanku.
“Yah, aku tak apa Isabellaaa...” aku yang geram mengacak-ngacak rambut coklat Isabella karena ini sudah kali ketiga Isabella menanyakan hal yang sama.
“Aish apaan sih kak, hentikan dong, atau mau ku gigit tangannya ?!” Isabella mulai mengancam dengan ancaman yang err...cukup lucu dan aneh. Aku pun menghentikan kegiatan mengacak-ngacak rambut Isabella.
“Lagi pula, namaku kan Isabelle (baca : Isabel) bukan Isabella” Isabella, ups Isabelle geram denganku karena ia tidak pernah menyebutkan namanya dengan benar, yah, aku lebih suka memanggilnya begitu, hanya untuk melihat wajahnya yang merah padam karena geram.
“Hahaha....suka-suka kakak dong, huwek !” ku julurkan lidah ku kepada Isabelle.
“Huh” Isabelle malah ngambek.
“Lagipula kenapa sih kau tanya-tanya terus ?” tanyaku.
“Kak, aku telah hidup denganmu dari aku lahir sampai sekarang, kakak pikir aku tidak tahu sifat kakak ?” jawab Isabella, aku pun terdiam.
“Kak, kau kan, sangat, errrr....bagaimana bilangnya yah, sangat sulit beradaptasi mungkin, saat kau pindah sekolah waktu kelas delapan saja kau butuh waktu 10 bulan untuk benar-benar menyesuaikan diri, sekarang saat kakak sudah menyesuaikan diri, kakak malah harus pindah, keluar negara malahan, jadiii...yaaah....aku khawatir saja sama kakak” Isabelle menjawab dengan panjang lebar.
“Haaaah...kau benar, tapiiii...mau bagaimana lagi ? kita akan pindah ke London, ayah sudah membeli rumah di sana, malah, rumah ini juga sudah di jual dan peminatnya pun tidak sedikit, jadi kakak hanya bisa menerima saja” aku hanya tersenyum pahit, kami berdua pun terdiam, hingga beberapa saat kemudian Isabelle angkat bicara.
“Yasudah, sebaiknya kakak beritahukan kepindahan kakak ini ke teman-teman kakak, mereka belum tahu kan ? besok kita kan sudah akan berangkat” saran Isabelle, aku hanya menganguk dengan saran adikku itu.

Kini, aku sudah berada di depan rumah sahabatku yang bernama Dane, yah, aku memang memiliki sahabat seorang laki-laki, aku sendiri juga heran, bagaimana bisa seorang perempuan normal dan tidak tomboi sepertiku bisa akrab dengan laki-laki, banyak malah, seluruh sahabat-sahabatku laki-laki, aku memang kurang suka bersahabat atau berkawan dengan para anak-anak perempuan di sekolahku karena mereka terlalu centil, suka bergosip, memilih teman yang kaya, kurang setia dan lebih sering menilai sesorang dari penampilan, alasan aku sulit beradaptasi dulu. Aku sangat tidak suka sifat-sifat yang seperti itu, jadi, aku lebih sering berkawan dengan para anak laki-laki yang super seru dan sangat bisa bikin tertawa, sampai-sampai malah yang tadinya cuma kawan malah jadi sahabat.
Aku pun menekan bel rumah Dane, beberapa detik kemudian, ibu Dane, Mrs Philip membuka pintu.
“Oh, hai Fanny, ada keperluan apa kemari ?” ujar Mrs Philip ramah.
Fanny, yah itulah namaku, nama lengkap ku adalah Selestia Tifanny, aku lahir dan di besarkan di kota ini, Paris, kota yang di juluki sebagai kota paling romantis di muka bumi, aku terlahir di keluarga sederhana, dan aku tiga bersaudara, aku anak kedua, anak ketiga adalah adikku, Isabelle ituloh, sedangkan anak pertamaaa...ah sudahlah, aku tak mau membahasnya lagi.
“Selamat siang Mrs Philip, aku kemari ingin menemui Dane, dia ada di rumah ?”
“Owh, kalau begitu masuklah, dia ada di kamarnya sedang bermain PlayStasion bersama teman-temannya yang lain” jawab Mrs Philip sambil mempersilahkanku masuk.
Aku pun masuk dan langsung menuju lantai 2 tempat kamar Dane berada, karena melihat pintu kamar Dane terbuka, tanpa basa basi aku langsung masuk saja, di kamar Dane,  ku dapati Sam, Bob dan Dane sedang asyik bermain, mereka bahkan tidak menyadari keberadaanku sampaii....
“Goooooooool....! Wuhuuuuu.......aku berhasil memasukkan bola, yeaaaaaah !” dengan gaya lebay nya, Bob menari-nari tak jelas, lalu melompat berputar-putar, tiba-tiba lompatan nya berhenti begitu melihatku sedang memperhatikan mereka dengan senyum pahit.
“Oh ! Fanny ! bagaimana bisa kau ada di sini ?! kapan kau datang ?!” dan dengan masih gaya lebay, Bob bertanya, Sam dan Dane yang mendengar kata namaku keluar dari mulut Bob langsung menoleh, dan mereka pun melihatku.
“Ya ampun Fannyyyyyyyyyyy.....! kau harus menghentikan kebiasaanmu datang tak di jemput pulang tak di antar itu (emang jelangkung ?)” komentar Dane.
“Hehehe...maaf maaf, kalian sih, main PlayStasion saja sampai kebawa ke dunianya gitu” kataku membela diri.
“Yaudah, ada apa kemari, mau ikut main juga ?” tanya Dane.
“Mmmm...sebenarnya aku...”
“Hei, sekarang giliranku !”
“Enak saja, giliranku tahu !”
“Kau kan tadi sudah !”
“Kau juga kan sudah !” Sam dan Bob berebut stick PlayStasion dan giliran bermain.
Karena geram perkataanku di potong begitu saja dan tidak di dengarkan, apalagi Dane juga mulai ikut-ikutan terlibat, aku pun berjalan menuju kearah PlayStasion dan mematikannya.
“Yaaaaaah.....” mereka bertiga berteriak menyesal.
“Kenapa kau matikan nya ?!  nanti datanya jadi hilang, padahal kan tadi masih dalam proses di save !” Sam marah + panik.
“DENGARKAN AKU !” aku berteriak sekencang-kencang nya sehingga membuat ke tiga sahabatku itu mematung.
“Aku harus memberitahukan kalian 1 hal penting, jadi tolong dengarkan dulu dengan serius !” aku marah, ke tiga sahabatku tambah mematung.
“Apa yang ingin aku bilang adalah...” suaraku akhirnya mulai memelan dan di tambah dengan sedikit bergetar, aku pun menelan ludah dan menutup mata.
“Besok, aku akan pindah ke London, dan kemungkinan besar, mungkin aku akan pindah untuk selama-lamanya” aku pun membuka mataku dan melihat ekspresi ke yiga sahabatku.
“APPAAAAAAAAAAAA...???!!!” dan meledaklah suara mereka berempat, apalagi Bob, dia yang paling lebay, daaaan...hari itu aku lewati dengan sahabat-sahabatku yang marah-marah gara-gara aku yang baru memberitahukan hal ini kepada mereka.

“Fanny, cepatlah, sebentar lagi kita akan pergi menuju bandara !” teriak ibu ku dari lantai 1, aku yang berada di lantai 2 mempercepat gerakan, setelah selesai, aku pun langsung menuruni tangga, setelah di lantai 1, ku lihat, sepertinya keluargaku telah menungguku di mobil, karena sekarang rumah telah kosong. Setelah aku masuk kedalam mobil, terdengar suara mesin mobil dinyalakan, kamipun pergi menuju bandara.

Di Bandara
Saat di bandara, aku bertemu dengan ke tiga sahabat ku, Bob, Dane, dan Sam, tapi...kok ada kado di tangan Dane ?
“Aku senang kalian bertiga datang, setidaknya aku dapat bertemu ke tiga sahabat ku yang mungkin untuk terakhir kalinya” aku tersenyum.
“Jangan bilang seperti itu, karena kita pasti ! pasti ! pasti suatu saat akan bertemu lagi !” kata Dane sambil langsung merobek bungkusan kado yang di pengangnya secara kasar.
“Ini ! ini adalah kenangan persahabatan kita selama ini ! jika kau terus mengingatnya, mengingat kita, maka ketika kita bertemu lagi suatu saat nanti, kita masih sahabat” lanjut Dane, sambil langsung menyerahkan isi kado itu di tanganku, isi kado itu ternyata sebuah album.
“Itu adalah kenangan kita semua selama ini, simpanlah baik-baik” jelas Sam melihat raut wajah tanda tanya di wajahku.
Aku pun tersenyum mendengar penjelasan Sam, namun aku juga merasa sedih harus meninggalkan mereka, mataku mulai berkaca-kaca, emosi ku pun memuncak.
“Terima kasih karena sudah mau menjadi sahabat bagi orang seperti ku” aku pun tak tahan lagi, aku langsung merobohkan bendungan air di mata ku, aku begitu bahagia namun juga begitu sedih, bahagia karena telah memiliki sahabat seperti mereka, sedih karena harus meninggalkan mereka.
 “Aiiiiish....kau ini, pakai menangis segala, kan kita juga jadi sedih” keluh Bob kepadaku sambil mencoba menghentikan air mataku dengan menepuk pundakku.
“SUDAHLAH ! Kita harus tetap semangat, karena bagaimana pun juga, SEPERTI YANG SUDAH KUBILANG ! selama masih terus saling mengingat, SAHABAT TETAPLAH SAHABAT !” Dane menyemangati.
“YAAAAAH....!!!” sorakan pun terdengar dari kami ber empat.

“Fanny...Fanny...ayo bangun” kudengar sayup-sayup, suara seorang menyuruhku bangun sambil menguncang pelan pundak ku.
“Aku masih ngantuk buu” kataku tanpa membuka mataku.
“Fanny, kita sudah sampai di London, sebentar lagi kita akan mendarat, bangunlah, lalu setelah itu bangunkan adikmu” kata ibuku, dengan terpaksa aku pun membuka mataku yang berat.
“Hoaaaaaaam...” aku menguap, lalu aku sedikit merengangkan badanku yang kaku, setelah itu aku mencoba membangunkan Isabelle, tapi malah...
“Hasilnya 106....zzzzzz”
Eh, dia  mengingau.
“Duh, ni anak, gara-gara dia baca buku matematika sampai tertidur, malah ngigau kayak gini deh, gimana cara bangunin dia nih ?” aku pun kebingungan, namun tiba-tiba sebuah lampu bohlam menyala terang diatas kepalaku, pakai cara itu saja.
Ku tekan hidung Isabelle sampai udara tak bisa masuk, berberapa saat kemudian...
“Bpuah...! haaah...haaah....haaah...ku pikir aku mau mati” Isabelle pun langsung meloncat dari tidurnya sambil ngos-ngosan.
“Hahahaha....! kau sih, dibangunin malah ngigau matematika hahahaha...” tawa ku lepas karena melihat wajah Isabelle yang kesal habis ku jahilin, karena telah di puncak kekesalannya, Isabelle pun meluncurkan serangan...
Haugk....!
Tanganku ia gigit dengan sepenuh jiwa raganya.

“Kalian berdua ini benar-benar deh, di pesawat buat keributan tak henti-hentinya, kalian itu seharusnya malu sama penumpang lain, kalian mengangu mereka tahu” omel ibuku kepadaku dan Isabelle ketika kami sedang berada di dalam mobil menuju rumah baru kami di kota ini, kota London.
“Udahlah bu, jangan omeli mereka terus dong” kata ayahku yang sedang menyetir, tentu saja ayah bilang begitu, ibu telah mengomeliku dan Isabelle selama 1 jam nonstop.
“Tapi yah...”
“Bu, anak kita ini sudah besar, dan mereka bukan anak nakal, jadi kalau di omeli sedikit pasti langsung ngerti, jadi ibu tidak perlu ngomel sepanjang itu” kata ayah memotong perkataan ibu, akhirnya ibupun berhenti mengomeliku dan Isabelle, huuuft...akhirnya, ibu berhenti juga, telinga ku sampai jadi pusing (?) nih dengar omelan ibu yang panjang kali lebar.
“Pa, berapa jam lagi nih perjalanan nya ?” tanya Isabelle.
“Hmmm...sekitar 1 setengah jam, kalian tidurlah, kalian pasti lelah kan sehabis terbang dengan pesawat selama ber jam-jam” saran ayah, aku dan Isabelle hanya menuruti saran ayah, tak lama kemudian aku sudah berada di alam mimpi.

“Fanny, ayo bangun, kita sudah sampai di rumah” ibu membangunkanku, aku pun bangun kemudian merengangkan badanku yang terasa kaku, ku toleh di sampingku, Isabelle pun baru bangun, ia sedang mengucek matanya, setelah kami berdua sepenuhnya bangun...
“Nah sekarang, mari kita masuk ke rumah baru kita, kalian bawa koper kalian saja, nanti kotak-kotak kardus yang lainnya biar ibu dan ayah yang urus. Rumah ini memiliki 2 lantai, kalian tempatilah 2 kamar di lantai 2, nanti ibu sama ayah ambil kamar yang di bawah” jelas ayah kepadaku dan Isabelle sambil membuka bagasi mobil.
Aku dan Isabelle pun turun dari mobil dan menggambil koper kami masing-masing, kamudian kami ber dua pun menginjakkan kaki untuk yang pertama kalinya di rumah baru kami yang luas ini, meski baru bangun tidur Isabelle benar-benar bersemangat, ia berlari-larian di lantai 2, beberapa saat kemudian ia berkata dengan volume besar “Aku ambil kamar ini !”
Sepertinya Isabelle telah memilih duluan kamarnya, berarti aku tak punya pilihan lain selain mengambil kamar di lantai 2 rumah ini yang tersisa. Kulihat-lihat, sepertinya ke dua kamar di lantai 2 ini jarak terpisahnya cukup jauh, terlihat, sebuah kamar berwarna kuning cerah yang pintunya terbuka, sedang di obrak-abrik oleh Isabelle dengan semangat 45’
Aku pun memasuki kamar ku, kamar ini, benar-benar bernuansa pink, furniture-furniture nya berwarna pink tua, sedangkan temboknya berwarna pink pudar, well...sebernarnya aku tidak terlalu peduli dengan warnanya, jadi aku langsung menaruh koper ku di sembarang tempat, kemudian langsung menengelamkan diriku di kasur yang empuk karena aku begitu lelah.
Meski selama sisa waktu 1 setengah jam perjalanan menuju kemari aku habiskan dengan tidur, tapi, aku merasa masih lelah. Mungkin lelah menerima kenyataan bahwa aku sudah tak dapat bertemu teman-temanku di Paris lagi dalam waktu yang akan sangat lama.

“Hoaaaam....” pagi ini, merupakan pagi pertama ku di London, benar-benar pagi yang indah, kemudian aku pun mandi dan sarapan, setelah sarapan aku mulai menata kamarku yang belum sempat kutata kemarin.
Setelah selesai, aku minta izin ke ibu dan ayah ku untuk berkeliling-keliling kompleks rumah baruku ini sebentar agar setidaknya aku dapat memulai bersosialisasi di sekitar lingkungan kompleks ku, setelah mendapat izin, aku pun memulai berkeliling menggunakan sepeda, tapi aku tak sendirian, Isabelle juga ikut bersama ku.
Setelah beberapa jam bersepeda, akhirnya kami ber dua menemukan sebuah tempat yang tepat untuk beristirahat, sebuah taman. Di taman ini pun banyak juga orang yang sedang bersantai sehabis bersepeda, bukan hanya kami, aku memaklumi hal itu, karena hari ini kan weekend.
Setelah memarkirkan sepeda, aku dan Isabelle memilih beristirahat di kursi taman yang telah di huni oleh seorang gadis cantik, ia sepertinya seusia ku, aku dan Isebelle pun memilih duduk di sampingnya.
“Kak, kita mulai sekolahnya kapan ?” Isabelle yang duduk di samping kanan ku memulai pembicaraan.
“Hmmm...kalau tidak salah kata ayah, kita mulai nya Senin depan”
“Benarkah ? Wah, aku tidak sabar ingin melihat sekolah baru ku” kata Isabelle dengan mata yang berbinar-binar, setelah itu kami berdua hanya terdiam sampai gadis cantik yang duduk di samping kiriku mulai berbicara.
“Mmmmm...permisi, kalau boleh kutanya, apakah kalian berdua orang baru ?” tanya gadis itu, aku dan Isabelle menganguk.
“Oh pantas saja aku baru melihat kalian, ngomong-ngomong perkenalkan, namaku Anastasya Pearl, kalian bisa memangilku Anastasya” gadis itu, uhm, Anastasya mulai memperkenalkan dirinya.
“Namaku Selestia Tifanny, kau bisa memanggilku Fanny, sedangkan dia adik ku, namanya Selestia Isabelle”
“Salam kenal” Isabelle menambahkan perkataan ku.
“Salam kenal juga” balas Anastasya.
“Jadi, kapan kalian datang kemari ?” tanya Anstasya.
“Baru kemarin, ini adalah pagi pertama kami di London” aku yang menjawab.
“Ooh, bagaimana kesan pertama kalian di kota ini ?”
“Benar-benar indah, apalagi kawasan kompleks kami, begitu bersih dan asri, orang-orangnya pun begitu ramah” kali ini Isabelle yang lebih pintar berpendapat daripadaku yang menjawab.
“Syukurlah kalau kalian suka, semoga betah, oh ya, sudah waktunya aku pulang, daah...sampai ketemu lagi” Anastasya pamit, setelah perginya Anastasya aku dan Isabelle juga ikut pulang kerumah kami.

“Jadi ? siap melangkahkan langkah pertama di sekolah barumu ?” tanya ayah yang sedang memarkirkan mobil di depan gedung sekolahku.
“Mau tidak mau aku harus siap, doakan saja hari ini berjalan baik” jawabku sambil tersenyum masam, kemudian membuka pintu mobil dan mulai memasuki gedung sekolah baruku.

Kesan pertama yang kudapat ketika masuk ke gedung sekolah baru ku ini adalah perasaan asing, banyak orang yang memandang ku dengan tatapan bertanya, dan pandangan mereka itu membuat ku tidak nyaman, dengan langkah di percepat akupun menuju ke ruang tata usaha yang jalannya telah ditunjukkan oleh ayah tadi.
Begitu sampai di ruang tata usaha...
“Baiklah Fanny, ini peta sekolah dan kode loker mu, jadwal pelajaran kelasmu sudah ada di dalam lokermu, saya harap kamu betah bersekolah di sini” ujar Mr William yang kuketahui merupakan kepala sekolah di sini.
“Terima kasih Mr William, saya permisi dulu” kataku, kemudian keluar dari ruang tata usaha dan menuju kelasku. Kelas Matematika.

Di kelas...
Mr Grande selaku guru mata pelajaran Matematika pun masuk, namun Mr Grande tidak sendirian, ia bersama denganku.
“Sebelum saya memulai pelajaran, saya akan mempersilahkan teman baru kalian ini untuk memperkenalkan dirinya” Mr Grande mempersilahkanku memperkenalkan diri.
 “Perkenalkan, namaku Selestia Tifanny, kalian dapat memanggilku Fanny, aku pindahan dari sebuah sekolah swasta di Paris, salam kenal” ujarku sambil tersenyum.
“Baiklah Fanny, silahkan mengambil tempat yang kosong” ujar Mr Grande. Aku pun mengedarkan indera penglihatanku, aku menangkap sebuah bangku kosong di bagian belakang berseblahan dengan seorang gadis blonde. Aku pun duduk di bangku itu, tapi aneh, kenapa semua mata yang tertuju kepadaku menunjukan rasa...seperti rasa simpatik ? ketika aku duduk, pelajaran pun langsung di mulai.
Aku yang entah kenapa kurang fokus dengan pelajaran, mendapati gadis blonde yang duduk berseblahan denganku, sedang melirik ke arahku, begitu aku menoleh, ia langsung membuang wajah dan pura-pura memperhatikan penjelasan Mr Grande. Mendapati sedang di lirik nya, aku pun tersenyum ke arahnya, lalu sambil berbisik, akupun berkata.
“Salam kenal, namaku Fanny”
Namun ia tidak merespon, ia malah berpura-pura menulis, aku malah jadi bingung dengan sifatnya, akhirnya aku pun kembali mencoba fokus dengan pelajaran Mr Grande.

Saat jam istirahat...
“Fanny ! tidak ku sangka kita akan satu sekolah” seorang gadis cantik berambut merah yang kelihatan familiar menghampiriku, ituuu...Anastasya !
“Anastasya ! kau juga bersekolah di sini ?” aku terkejut.
“Yah ! seperti yang kau lihat, kita bukan hanya 1 sekolah, tapi juga senagkatan” kata Anastasya.
“Aku benar-benar tidak menyangka akan satu sekolah denganmu, jadi, mau ke Cafetaria bersama ?” tawarku, apalagi aku belum mempunyai teman di sekolah ini.
“Tentu saja mau, ayo, skalian, kuperkenalkan kau dengan teman-teman yang lain” kata Anastasya, ternyata, Anastasya adalah orang yang baik, tidak pemilih teman dan megasyikan.

Saat di Cafetaria
“Oh, jadi karena itu kau pindah kemari” Felira, yang merupakan teman Anastasya yang ia perkenalkan pada ku ber-oh ria.
“Wah, aku dengar, di Paris kalau waktu malam hari suasananya begitu romantis dan indah, apa itu betul ?” salah satu teman baruku yang lainnya yang bernama Katie bertanya dengan mata yang berbinar-binar.
“Yup, betul sekali, bahkan aku yang lahir di Paris masih tetap takjub dengan pemandangannya begitu malam datang, sebenarnya bukan hanya saat malam hari, kapanpun kota Paris tetap terlihat indah” jawabku, saat ini, aku sedang berkumpul dengan teman-teman perempuan sangkatanku di Cafetaria, kami duduk bersama di satu meja Cafetaria yang berukuran jumbo, aku sudah mulai berteman dengan teman-teman seangkatanku dengan bantuan Anastasya, tapiii...aku tak melihat gadis blonde yang duduk di sebelahku saat di kelas tadi, ia tidak berkumpul bersama kami.
“Ngomong-ngomong, aku tidak melihat gadis blonde yang duduk disebelahku waktu di kelas, ia dimana ? kok tidak ikut bergabung ngobrol sama kita ?” tanyaku, seketika teman-temanku yang awalnya berisik berbincang-bincang langsung mematung.
“Kau tahu Fanny, kau orang ternekat sekaligus orang ter beruntung” simpatik Fila kepadaku.
“Maksudmu ?” aku menaikkan alis bingung.
“Gadis blonde yang duduk di samping mu namanya Violeta Clara, mahluk paling ditakuti senatero sekolah, dia itu...” penjelasan Fila terpotong begitu terdengar keributan tak biasa di bagian kanan Cafetaria, ternyata, sekelompok laki-laki yang sepertinya merupakan genk sedang membully sekumpulan siswa siswi, dan di antara sekelompok laki-laki yang sedang membully itu, terdapat satu perempuan berambut blonde, itu kan...Clara ?
“Hei ! sudah kubilang menyingkir dari meja ini ! apa kalian tuli yah ?!” Clara dengan kasarnya berkata sambil menaikan kaki kanannya di atas meja dengan sangat kuat, sampai-sampai, terdengar retakan dari meja Cafetaria itu.
“Atau, kalian sudah bosan hidup ?!” tambah seorang anak berambut indigo jabrik dan bermata kuning layaknya kucing sakartis sambil mencengkram kerah baju salah satu korbannya, laki-laki itu nampak berkeringat dingin dan gemetar, ia kemudian mengeleng dan mengambil langkah seribu dari tempat itu bersama teman-temannyakorbannya pun bangkit kemudian lari.
“Hahahahahaha...kau beruntung, hari ini aku sedang tidak mood menghajar, jadi kau selamat” tawa Clara kemudian duduk di tempat yang barusan ia dan temannya rebut dengan tidak manusiawi itu, setelah Clara mengatakan begitu, teman-teman genk nya menimpali dengan tertawa iblis, membuat siapapun yang mendengar langsung bergidik ngeri.
“....”
Untuk beberapa saat cafetaria hening, murid-murid yang mejanya berdekatan dengan gengk Clara langsung pergi, namun tak lama, cafetaria kembali berisik dengan tingkah gengk itu, karena gengk itu berisik, pada akhirnya ketegangan di cafetaria mereda dan kembali terdengar murid-murid mengobrol di sana sini.
“Itu gengk Silister, ketuanya Clara sedangkan wakil ketuanya laki-laki berambut indigo jabrik itu, namanya Rex, mereka adalah gerombolan gengk anak-anak berandal yang hobinya membuat kasus” jelas Fila padaku.
“Meski begitu untungnya kasus mereka masih standar, seperti membolos, menghajar seseorang pun sangat jarang, menjahili dan yang paling parah pun mungkin cuma membuat keributan” tambah Anastasya santai seakan-akan Gengk Silister hanya seekumpulan semut.
“Tidak ku sangka sekolah ini punya tukang teror, yaitu Gengk Silister dan ulahnya” respon ku.
“Jika kau pikir ulah Gengk Silister itu sudah termasuk dalam kategori MENEROR maka kau salah besar” ralat Felira, refleks aku memasang tampang bertanya.
“Jika ulah Silister masih standar, ada lagi yang ulah nya memiliki standar selangit, gengk paling misterius yang pernah ada, Ex-Good” Felira membuat tampang bertanya ku makin menjadi-jadi.
“Gengk paling misterius ? memiliki standar selangit ? maksudnya ?” kerutan nampak jelas di dahi ku.
“Ex-Good, tidak diketahui jumlah kisaran maupun identitas anggotanya, siapa ketuanya dan apa tujuan dari gengk ini benar-benar tidak diketahui, mereka bergerak bagaikan bayangan di malam hari, tidak terlihat dan tidak di sadari, bagaikan bunglon berubah warna” Anastasya menjawab salah satu kebingunganku dengan semangat.
“Nampaknya kau menyukai Ex-Good heh ?” tantangku.
“Tentu saja, mereka itu keren, meski bergerak lincah dan cepat, mereka masih sempat saja meninggalkan tanda bahwa itu ulah mereka, apalagi kemunculan pertama mereka, benar-benar menghebohkan, bukan hanya sekolah, tapi seluruh kota London pun heboh”
“Memangnya apa yang mereka lakukan di kemunculan pertama mereka ?” entah kenapa aku sangat penasaran dengan Gengk Ex-Good ini.
“Biar kuceritakan biar kuceritakan, ehem...jadi, dulu waktu kami masih kelas 7, sekolah berulang tahun, karena kebetulan ulang tahunnya berpapasan dengan selesainya semester 1, jadi diadakan Pekan Seni, namun karena sekolah ini sangat besar pekan seninya benar-benar meriah, namun kemeriahan Pekan Seni di potong, contohnya, tadi yang awalnya akan tampil banyak murid yang menyanyi, jadi merosot jadi lima murid, karena ada tim pencari bakat, jadinya sekolah hanya menampilkan murid dengan performance paling baik agar tidak memalukkan nama sekolah, begitu pula dengan performance lainnya, seperti band atau baca puisi, semuanya di buat seleksi terlebih dahulu barulah bisa tampil di Pekan Seni”
“Ketika Pekan Seni di mulai awalnya berjalan lancar-lancar saja, meriah lagi, tim pencari bakat pun terpukau, namun ketika tiba di pertengahan acara, ketika saatnya untuk bagi para murid yang akan olah vokal tampil, tiba-tiba pintu dari backstage menuju panggung utama di halangi oleh karung yang digunakan untuk menata panggung, karung-karung itu jatuh, para peserta sisanya kaget dan melompat kebelakang”
“Pada saat itu Mc yang ada di atas panggung utama panik dan buru-buru turun panggung, tanpa diduga-duga, panggung utama ambruk ! terdapat lubang yang sangat besar tercipta di panggung utama, bukan hanya itu, tirai peunutup panggung pun jatuh dengan cepat, di situ, terpampang dengan jelas kalau tirai itu telah di cat dengan cat khusus, tirainya di gambar dengan lambang Ex-Good, tentu saja ini membuat semua penonton terkejut, apalagi di ujung atas tirai telah di taruh speaker, di speaker itu berbunyi, ah, waktu itu mereka berkata apa yah...” Katie meng-pause cerita supernya.
Kami adalah Ex-Good, kalian tidak melihat kami tapi kami ada, kalian tidak bisa merasakan kami tapi disekitar kalian, Ex-Good, Grimreaper pembalas dendam” Anastasya menlanjutkan penjelasan Katie dengan mengubah suaranya menjadi berat, seolah-olah ia adalah Ex-Good.
Speechless, mendengar cerita teman-temanku yang bisa kulakukan hanyalah speechless, bukannya apa-apa, tapi aku hanya kagum, sekolah ini benar-benar luar biasa, aku menemukan banyak hal unik di sekolah ini yang tak akan ku temukan di sekolah lainnya, maksudku, hell, berapa banyak sekolah yang murid-muridnya mendirikan organisasi rahasia dengan kelakuan tak di duga seperti dapat membuat panggung utama yang tadinya baik-baik saja menjadi berlubang dalam hitungan detik ? mereka melakukannya tanpa meninggalkan jejak identitas mereka, ckckckck...baru jadi organisasi berandalan sekolah saja sudah sehebat ini, entah bagaimana kalau jadi teroris.
“Ex-Good, benar-benar luar biasa, tapi tunggu dulu, dengan ulah seperti itu, apakah tidak pernah ada korban jiwa ?” komentar ku setelah beberapa menit speechless. Mereka menggeleng.
“Tidak, tidak ada, ulah yang dilakukan Ex-Good mungkin besar, tapi semuanya nampaknya di perhitungkan dengan matang-matang dengan tujuan yang jelas jadi ulah mereka selalu berjalan mulus dan halus, sampai saat ini ulah Ex-Good yang di ketahui publik tidak pernah memakan korban jiwa” Fila yang menjawab, aku mangut-mangut.
TRIRIRRIRIRING.....
“Ah itu belnya, tidak terasa yah 45 menit selesai, yah...kalau sudah mebicarakan Ex-Good memang tidak ada habis-habisnya, ayo, kita ke kelas berikutnya, kelas mu berikutnya apa Fanny ?” tanya Anastasya.
“Hmmm...kelas Bahasa Perancis, apa ada diantara kalian yang sama denganku kelasnya ?” aku balik bertanya, mereka menggeleng, aku tersenyum pahit, harus cari teman baru lagi.
“Yasudah kalau begitu, aku pergi ke loker ku dulu yah, sampai nanti” pamit ku.
“Sampai nanti”
“Sampai nanti” kami semua saling berpamitan.

Langkah ku tergesa-gesa menuju kelas berikutnya, sial sial sial, bagaimana bisa aku sesial ini, sudah salah membaca peta lokasi sekolah, malah sekarang petanya hilang, haduuuuh...jadi terlambat masuk kelas deh.
Karena terburu-buru mencari kelas ku, aku tidak memperhatikan jalan hingga sampai di perempatan koridor...
BRUK
Aku menabrak seseorang, menyebabkan buku-bukunya yang berjumlah banyak berserakkan, buku-buku ku pun demikian, tapi punya ku tidak terlalu berserakkan, karena merasa bersalah aku membantunya memungut buku.
“Ah maaf, aku terburu-buru jadi jalanku ceroboh” pinta ku sambli menyerahkan buku itu padanya, orang yang ku tabrak mengangkat muka dan dapat kulihat wajah seorang siswa dengan tampang culun, khas kutu buku.
“Hn” jawabnya dingin namun tidak berkesan ketus.
“Ano...kebetulan, apakah kau tau dimana kelas Bahasa Perancis ?” aku mencoba mencari lokasi kelas.
“Apakah itu kelasmu berikutnya ? aku tidak pernah melihat mu” responnya.
“Ah ya, aku murid baru, perkenalkan, namaku Selestia Tifannya” aku memperkenalkan diriku, sambil mengulurkan tangan, ia membalas uluran tangan ku kemudian melepasnya.
“Kevin, Kevin Pearce” setelah itu ia membuka buku yang tadi di bawanya, kemudian menulis namaku di sana, ah ! itu buku absen !
“Kelas bahasa Perancis di ujung koridor” katanya sambil menunjuk koridor tempat ia datang.
“Ah baiklah, senang berkenalan denganmu Kevin !” setelah berkata begitu aku langsung melangkah buru-buru ke kelas.

“Permisi, maaf aku terlambat” ucapku takut-takut begitu memasuki kelas, otomatis semua di kelas menoleh ke arahku.
“Hm ? siapa kau ? aku baru melihat mu Miss...”
“Selestia, Selestia Tifannya. Maaf Mr, aku murid baru jadi tersesat” aku menyambung perkataan guru paruh baya itu.
“Ah tidak apa kalau begitu, perkenalkan saya Mr Fernando, kebetulan Miss Selestia kami kekurangan orang dalam membagi kelompok, kau sekelompoklah dengan Miss Violeta” ujar Mr Fernando sambil menunjuk sesosok yang tak asing lagi yang sedang duduk di barisan paling kanan bagian tengah, Clara.
“A a” aku tak dapat berkata-kata, takdir lucu apa ini ?!
Terpaksa dan lamat-lamat aku menuju ke arah Clara dan dengan kaku duduk di sampingnya.
“Mr Pearce, akhirnya kamu kembali ! kamu sudah melakukan apa yang saya pinta ?” tiba-tiba Mr Fernando berseru, aku melihat ke depan dan mendapai siswa bertampang culun yang tadi kutabrak sedang di depan kelas.
“Sudah” jawab Kevin.
“Ah, kalau begitu kau sekolompoklah dengan Miss Violeta dan Miss Selestia”
DZEEEENG
Kelompok apa-apaan iniii...! preman+anak baru+kutu buku.
“Ok Class, pembagian kelompoknya sudah selesai, tugas masing-masing kelompok adalah bla bla bla...” Mr Fernando mulai memberi instruksi, ugh, aku harap kelompok ini baik-baik saja.
“Dalam kelompok harus ada ketuanya, karena aku tidak cocok mengketuai hal-hal berbau pelajaran mungkin diantara kalian saja, Pearce yang kutu buku atau anak baru ini yang pindahan dari Perancis” ucap Clara tiba-tiba.
“Aaa tidak jangan aku, aku mustahil cocok untuk jadi ketua tim, lebih baik Pearce saja” bantah ku cepat, kemudian menunjuk Kevin yang duduk berhadapan dengan kami.
“Haah...baiklah” Kevin membuang napas panjang dan kami pun mulai mengerjakan tugas diskusi kami, dan aku jadi sasaran tempat bertanya Clara kalau tidak mengerti dengan bahasa Perancis, atau dia sengaja membuat ku kesal, aku bahkan berulang-ulang kali mendesah frustasi, kumohon ! beri aku kesabaran untuk melewati hari berat iniii....!

Next To Ex-Good Bab 3 : Me ? In Ex-Good ?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kalo komentar yang sopan yah
Jangan iklankan link-link berbau dewasa, di larang !
Jangan gunakan bahasa yang tarlalu gahul -_-
Sekian m-,-)m