“Huuuuft....”
aku hanya dapat menghela nafas dan menerima keputusan kedua orang tuaku.
“Kak,
kau tidak apa-apa dengan kepindahan ini kan ?” adikku yang berumur 3 tahun
lebih muda (masih Elementary School kelas 6) menanyakan keadaanku.
“Yah,
aku tak apa Isabellaaa...” aku yang geram mengacak-ngacak rambut coklat
Isabella karena ini sudah kali ketiga Isabella menanyakan hal yang sama.
“Aish
apaan sih kak, hentikan dong, atau mau ku gigit tangannya ?!” Isabella mulai
mengancam dengan ancaman yang err...cukup lucu dan aneh. Aku pun menghentikan
kegiatan mengacak-ngacak rambut Isabella.
“Lagi
pula, namaku kan Isabelle (baca : Isabel) bukan Isabella” Isabella, ups Isabelle
geram denganku karena ia tidak pernah menyebutkan namanya dengan benar, yah,
aku lebih suka memanggilnya begitu, hanya untuk melihat wajahnya yang merah
padam karena geram.
“Hahaha....suka-suka
kakak dong, huwek !” ku julurkan lidah ku kepada Isabelle.
“Huh”
Isabelle malah ngambek.
“Lagipula
kenapa sih kau tanya-tanya terus ?” tanyaku.
“Kak,
aku telah hidup denganmu dari aku lahir sampai sekarang, kakak pikir aku tidak
tahu sifat kakak ?” jawab Isabella, aku pun terdiam.
“Kak,
kau kan, sangat, errrr....bagaimana bilangnya yah, sangat sulit beradaptasi
mungkin, saat kau pindah sekolah waktu kelas delapan saja kau butuh waktu 10
bulan untuk benar-benar menyesuaikan diri, sekarang saat kakak sudah
menyesuaikan diri, kakak malah harus pindah, keluar negara malahan,
jadiii...yaaah....aku khawatir saja sama kakak” Isabelle menjawab dengan
panjang lebar.
“Haaaah...kau
benar, tapiiii...mau bagaimana lagi ? kita akan pindah ke London, ayah sudah
membeli rumah di sana, malah, rumah ini juga sudah di jual dan peminatnya pun
tidak sedikit, jadi kakak hanya bisa menerima saja” aku hanya tersenyum pahit,
kami berdua pun terdiam, hingga beberapa saat kemudian Isabelle angkat bicara.
“Yasudah,
sebaiknya kakak beritahukan kepindahan kakak ini ke teman-teman kakak, mereka
belum tahu kan ? besok kita kan sudah akan berangkat” saran Isabelle, aku hanya
menganguk dengan saran adikku itu.
Kini,
aku sudah berada di depan rumah sahabatku yang bernama Dane, yah, aku memang
memiliki sahabat seorang laki-laki, aku sendiri juga heran, bagaimana bisa
seorang perempuan normal dan tidak tomboi sepertiku bisa akrab dengan
laki-laki, banyak malah, seluruh sahabat-sahabatku laki-laki, aku memang kurang
suka bersahabat atau berkawan dengan para anak-anak perempuan di sekolahku
karena mereka terlalu centil, suka bergosip, memilih teman yang kaya, kurang
setia dan lebih sering menilai sesorang dari penampilan, alasan aku sulit
beradaptasi dulu. Aku sangat tidak suka sifat-sifat yang seperti itu, jadi, aku
lebih sering berkawan dengan para anak laki-laki yang super seru dan sangat
bisa bikin tertawa, sampai-sampai malah yang tadinya cuma kawan malah jadi
sahabat.
Aku
pun menekan bel rumah Dane, beberapa detik kemudian, ibu Dane, Mrs Philip membuka pintu.
“Oh,
hai Fanny, ada keperluan apa kemari ?” ujar Mrs
Philip ramah.
Fanny,
yah itulah namaku, nama lengkap ku adalah Selestia Tifanny, aku lahir dan di
besarkan di kota ini, Paris, kota yang di juluki sebagai kota paling romantis
di muka bumi, aku terlahir di keluarga sederhana, dan aku tiga bersaudara, aku
anak kedua, anak ketiga adalah adikku, Isabelle ituloh, sedangkan anak pertamaaa...ah
sudahlah, aku tak mau membahasnya lagi.
“Selamat
siang Mrs Philip, aku kemari ingin
menemui Dane, dia ada di rumah ?”
“Owh,
kalau begitu masuklah, dia ada di kamarnya sedang bermain PlayStasion bersama
teman-temannya yang lain” jawab Mrs
Philip sambil mempersilahkanku masuk.
Aku
pun masuk dan langsung menuju lantai 2 tempat kamar Dane berada, karena melihat
pintu kamar Dane terbuka, tanpa basa basi aku langsung masuk saja, di kamar
Dane, ku dapati Sam, Bob dan Dane sedang
asyik bermain, mereka bahkan tidak menyadari keberadaanku sampaii....
“Goooooooool....!
Wuhuuuuu.......aku berhasil memasukkan bola, yeaaaaaah !” dengan gaya lebay
nya, Bob menari-nari tak jelas, lalu melompat berputar-putar, tiba-tiba
lompatan nya berhenti begitu melihatku sedang memperhatikan mereka dengan
senyum pahit.
“Oh
! Fanny ! bagaimana bisa kau ada di sini ?! kapan kau datang ?!” dan dengan
masih gaya lebay, Bob bertanya, Sam dan Dane yang mendengar kata namaku keluar
dari mulut Bob langsung menoleh, dan mereka pun melihatku.
“Ya
ampun Fannyyyyyyyyyyy.....! kau harus menghentikan kebiasaanmu datang tak di
jemput pulang tak di antar itu (emang jelangkung ?)” komentar Dane.
“Hehehe...maaf
maaf, kalian sih, main PlayStasion saja sampai kebawa ke dunianya gitu” kataku
membela diri.
“Yaudah,
ada apa kemari, mau ikut main juga ?” tanya Dane.
“Mmmm...sebenarnya
aku...”
“Hei,
sekarang giliranku !”
“Enak
saja, giliranku tahu !”
“Kau
kan tadi sudah !”
“Kau
juga kan sudah !” Sam dan Bob berebut stick PlayStasion dan giliran bermain.
Karena
geram perkataanku di potong begitu saja dan tidak di dengarkan, apalagi Dane
juga mulai ikut-ikutan terlibat, aku pun berjalan menuju kearah PlayStasion dan
mematikannya.
“Yaaaaaah.....”
mereka bertiga berteriak menyesal.
“Kenapa
kau matikan nya ?! nanti datanya jadi
hilang, padahal kan tadi masih dalam proses di save !” Sam marah + panik.
“DENGARKAN
AKU !” aku berteriak sekencang-kencang nya sehingga membuat ke tiga sahabatku
itu mematung.
“Aku
harus memberitahukan kalian 1 hal penting, jadi tolong dengarkan dulu dengan
serius !” aku marah, ke tiga sahabatku tambah mematung.
“Apa
yang ingin aku bilang adalah...” suaraku akhirnya mulai memelan dan di tambah
dengan sedikit bergetar, aku pun menelan ludah dan menutup mata.
“Besok,
aku akan pindah ke London, dan kemungkinan besar, mungkin aku akan pindah untuk
selama-lamanya” aku pun membuka mataku dan melihat ekspresi ke yiga sahabatku.
“APPAAAAAAAAAAAA...???!!!”
dan meledaklah suara mereka berempat, apalagi Bob, dia yang paling lebay,
daaaan...hari itu aku lewati dengan sahabat-sahabatku yang marah-marah
gara-gara aku yang baru memberitahukan hal ini kepada mereka.
“Fanny,
cepatlah, sebentar lagi kita akan pergi menuju bandara !” teriak ibu ku dari
lantai 1, aku yang berada di lantai 2 mempercepat gerakan, setelah selesai, aku
pun langsung menuruni tangga, setelah di lantai 1, ku lihat, sepertinya
keluargaku telah menungguku di mobil, karena sekarang rumah telah kosong.
Setelah aku masuk kedalam mobil, terdengar suara mesin mobil dinyalakan,
kamipun pergi menuju bandara.
Di
Bandara
Saat
di bandara, aku bertemu dengan ke tiga sahabat ku, Bob, Dane, dan Sam,
tapi...kok ada kado di tangan Dane ?
“Aku
senang kalian bertiga datang, setidaknya aku dapat bertemu ke tiga sahabat ku
yang mungkin untuk terakhir kalinya” aku tersenyum.
“Jangan
bilang seperti itu, karena kita pasti ! pasti ! pasti suatu saat akan bertemu
lagi !” kata Dane sambil langsung merobek bungkusan kado yang di pengangnya
secara kasar.
“Ini
! ini adalah kenangan persahabatan kita selama ini ! jika kau terus
mengingatnya, mengingat kita, maka ketika kita bertemu lagi suatu saat nanti,
kita masih sahabat” lanjut Dane, sambil langsung menyerahkan isi kado itu di
tanganku, isi kado itu ternyata sebuah album.
“Itu
adalah kenangan kita semua selama ini, simpanlah baik-baik” jelas Sam melihat
raut wajah tanda tanya di wajahku.
Aku
pun tersenyum mendengar penjelasan Sam, namun aku juga merasa sedih harus
meninggalkan mereka, mataku mulai berkaca-kaca, emosi ku pun memuncak.
“Terima
kasih karena sudah mau menjadi sahabat bagi orang seperti ku” aku pun tak tahan
lagi, aku langsung merobohkan bendungan air di mata ku, aku begitu bahagia
namun juga begitu sedih, bahagia karena telah memiliki sahabat seperti mereka,
sedih karena harus meninggalkan mereka.
“Aiiiiish....kau ini, pakai menangis segala,
kan kita juga jadi sedih” keluh Bob kepadaku sambil mencoba menghentikan air mataku
dengan menepuk pundakku.
“SUDAHLAH
! Kita harus tetap semangat, karena bagaimana pun juga, SEPERTI YANG SUDAH
KUBILANG ! selama masih terus saling mengingat, SAHABAT TETAPLAH SAHABAT !”
Dane menyemangati.
“YAAAAAH....!!!”
sorakan pun terdengar dari kami ber empat.
“Fanny...Fanny...ayo
bangun” kudengar sayup-sayup, suara seorang menyuruhku bangun sambil menguncang
pelan pundak ku.
“Aku
masih ngantuk buu” kataku tanpa membuka mataku.
“Fanny,
kita sudah sampai di London, sebentar lagi kita akan mendarat, bangunlah, lalu
setelah itu bangunkan adikmu” kata ibuku, dengan terpaksa aku pun membuka
mataku yang berat.
“Hoaaaaaaam...”
aku menguap, lalu aku sedikit merengangkan badanku yang kaku, setelah itu aku
mencoba membangunkan Isabelle, tapi malah...
“Hasilnya
106....zzzzzz”
Eh,
dia mengingau.
“Duh,
ni anak, gara-gara dia baca buku matematika sampai tertidur, malah ngigau kayak
gini deh, gimana cara bangunin dia nih ?” aku pun kebingungan, namun tiba-tiba
sebuah lampu bohlam menyala terang diatas kepalaku, pakai cara itu saja.
Ku
tekan hidung Isabelle sampai udara tak bisa masuk, berberapa saat kemudian...
“Bpuah...!
haaah...haaah....haaah...ku pikir aku mau mati” Isabelle pun langsung meloncat
dari tidurnya sambil ngos-ngosan.
“Hahahaha....!
kau sih, dibangunin malah ngigau matematika hahahaha...” tawa ku lepas karena
melihat wajah Isabelle yang kesal habis ku jahilin, karena telah di puncak
kekesalannya, Isabelle pun meluncurkan serangan...
Haugk....!
Tanganku
ia gigit dengan sepenuh jiwa raganya.
“Kalian
berdua ini benar-benar deh, di pesawat buat keributan tak henti-hentinya,
kalian itu seharusnya malu sama penumpang lain, kalian mengangu mereka tahu”
omel ibuku kepadaku dan Isabelle ketika kami sedang berada di dalam mobil
menuju rumah baru kami di kota ini, kota London.
“Udahlah
bu, jangan omeli mereka terus dong” kata ayahku yang sedang menyetir, tentu
saja ayah bilang begitu, ibu telah mengomeliku dan Isabelle selama 1 jam
nonstop.
“Tapi
yah...”
“Bu,
anak kita ini sudah besar, dan mereka bukan anak nakal, jadi kalau di omeli
sedikit pasti langsung ngerti, jadi ibu tidak perlu ngomel sepanjang itu” kata
ayah memotong perkataan ibu, akhirnya ibupun berhenti mengomeliku dan Isabelle,
huuuft...akhirnya, ibu berhenti juga, telinga ku sampai jadi pusing (?) nih
dengar omelan ibu yang panjang kali lebar.
“Pa,
berapa jam lagi nih perjalanan nya ?” tanya Isabelle.
“Hmmm...sekitar
1 setengah jam, kalian tidurlah, kalian pasti lelah kan sehabis terbang dengan
pesawat selama ber jam-jam” saran ayah, aku dan Isabelle hanya menuruti saran
ayah, tak lama kemudian aku sudah berada di alam mimpi.
“Fanny,
ayo bangun, kita sudah sampai di rumah” ibu membangunkanku, aku pun bangun
kemudian merengangkan badanku yang terasa kaku, ku toleh di sampingku, Isabelle
pun baru bangun, ia sedang mengucek matanya, setelah kami berdua sepenuhnya
bangun...
“Nah
sekarang, mari kita masuk ke rumah baru kita, kalian bawa koper kalian saja,
nanti kotak-kotak kardus yang lainnya biar ibu dan ayah yang urus. Rumah ini
memiliki 2 lantai, kalian tempatilah 2 kamar di lantai 2, nanti ibu sama ayah ambil
kamar yang di bawah” jelas ayah kepadaku dan Isabelle sambil membuka bagasi
mobil.
Aku
dan Isabelle pun turun dari mobil dan menggambil koper kami masing-masing,
kamudian kami ber dua pun menginjakkan kaki untuk yang pertama kalinya di rumah
baru kami yang luas ini, meski baru bangun tidur Isabelle benar-benar
bersemangat, ia berlari-larian di lantai 2, beberapa saat kemudian ia berkata
dengan volume besar “Aku ambil kamar ini !”
Sepertinya
Isabelle telah memilih duluan kamarnya, berarti aku tak punya pilihan lain selain
mengambil kamar di lantai 2 rumah ini yang tersisa. Kulihat-lihat, sepertinya
ke dua kamar di lantai 2 ini jarak terpisahnya cukup jauh, terlihat, sebuah
kamar berwarna kuning cerah yang pintunya terbuka, sedang di obrak-abrik oleh
Isabelle dengan semangat 45’
Aku
pun memasuki kamar ku, kamar ini, benar-benar bernuansa pink,
furniture-furniture nya berwarna pink tua, sedangkan temboknya berwarna pink
pudar, well...sebernarnya aku tidak terlalu
peduli dengan warnanya, jadi aku langsung menaruh koper ku di sembarang tempat,
kemudian langsung menengelamkan diriku di kasur yang empuk karena aku begitu
lelah.
Meski
selama sisa waktu 1 setengah jam perjalanan menuju kemari aku habiskan dengan
tidur, tapi, aku merasa masih lelah. Mungkin lelah menerima kenyataan bahwa aku
sudah tak dapat bertemu teman-temanku di Paris lagi dalam waktu yang akan
sangat lama.
“Hoaaaam....”
pagi ini, merupakan pagi pertama ku di London, benar-benar pagi yang indah,
kemudian aku pun mandi dan sarapan, setelah sarapan aku mulai menata kamarku
yang belum sempat kutata kemarin.
Setelah
selesai, aku minta izin ke ibu dan ayah ku untuk berkeliling-keliling kompleks
rumah baruku ini sebentar agar setidaknya aku dapat memulai bersosialisasi di
sekitar lingkungan kompleks ku, setelah mendapat izin, aku pun memulai
berkeliling menggunakan sepeda, tapi aku tak sendirian, Isabelle juga ikut
bersama ku.
Setelah
beberapa jam bersepeda, akhirnya kami ber dua menemukan sebuah tempat yang
tepat untuk beristirahat, sebuah taman. Di taman ini pun banyak juga orang yang
sedang bersantai sehabis bersepeda, bukan hanya kami, aku memaklumi hal itu,
karena hari ini kan weekend.
Setelah
memarkirkan sepeda, aku dan Isabelle memilih beristirahat di kursi taman yang
telah di huni oleh seorang gadis cantik, ia sepertinya seusia ku, aku dan
Isebelle pun memilih duduk di sampingnya.
“Kak,
kita mulai sekolahnya kapan ?” Isabelle yang duduk di samping kanan ku memulai
pembicaraan.
“Hmmm...kalau
tidak salah kata ayah, kita mulai nya Senin depan”
“Benarkah
? Wah, aku tidak sabar ingin melihat sekolah baru ku” kata Isabelle dengan mata
yang berbinar-binar, setelah itu kami berdua hanya terdiam sampai gadis cantik
yang duduk di samping kiriku mulai berbicara.
“Mmmmm...permisi,
kalau boleh kutanya, apakah kalian berdua orang baru ?” tanya gadis itu, aku
dan Isabelle menganguk.
“Oh
pantas saja aku baru melihat kalian, ngomong-ngomong perkenalkan, namaku Anastasya
Pearl, kalian bisa memangilku Anastasya” gadis itu, uhm, Anastasya mulai
memperkenalkan dirinya.
“Namaku
Selestia Tifanny, kau bisa memanggilku Fanny, sedangkan dia adik ku, namanya
Selestia Isabelle”
“Salam
kenal” Isabelle menambahkan perkataan ku.
“Salam
kenal juga” balas Anastasya.
“Jadi,
kapan kalian datang kemari ?” tanya Anstasya.
“Baru
kemarin, ini adalah pagi pertama kami di London” aku yang menjawab.
“Ooh,
bagaimana kesan pertama kalian di kota ini ?”
“Benar-benar
indah, apalagi kawasan kompleks kami, begitu bersih dan asri, orang-orangnya
pun begitu ramah” kali ini Isabelle yang lebih pintar berpendapat daripadaku
yang menjawab.
“Syukurlah
kalau kalian suka, semoga betah, oh ya, sudah waktunya aku pulang,
daah...sampai ketemu lagi” Anastasya pamit, setelah perginya Anastasya aku dan Isabelle
juga ikut pulang kerumah kami.
“Jadi
? siap melangkahkan langkah pertama di sekolah barumu ?” tanya ayah yang sedang
memarkirkan mobil di depan gedung sekolahku.
“Mau
tidak mau aku harus siap, doakan saja hari ini berjalan baik” jawabku sambil tersenyum
masam, kemudian membuka pintu mobil dan mulai memasuki gedung sekolah baruku.
Kesan
pertama yang kudapat ketika masuk ke gedung sekolah baru ku ini adalah perasaan
asing, banyak orang yang memandang ku dengan tatapan bertanya, dan pandangan
mereka itu membuat ku tidak nyaman, dengan langkah di percepat akupun menuju ke
ruang tata usaha yang jalannya telah ditunjukkan oleh ayah tadi.
Begitu
sampai di ruang tata usaha...
“Baiklah
Fanny, ini peta sekolah dan kode loker mu, jadwal pelajaran kelasmu sudah ada
di dalam lokermu, saya harap kamu betah bersekolah di sini” ujar Mr William yang kuketahui merupakan
kepala sekolah di sini.
“Terima
kasih Mr William, saya permisi dulu”
kataku, kemudian keluar dari ruang tata usaha dan menuju kelasku. Kelas Matematika.
Di
kelas...
Mr
Grande selaku guru mata pelajaran Matematika pun masuk, namun Mr Grande tidak sendirian, ia bersama
denganku.
“Sebelum
saya memulai pelajaran, saya akan mempersilahkan teman baru kalian ini untuk
memperkenalkan dirinya” Mr Grande
mempersilahkanku memperkenalkan diri.
“Perkenalkan, namaku Selestia Tifanny, kalian
dapat memanggilku Fanny, aku pindahan dari sebuah sekolah swasta di Paris,
salam kenal” ujarku sambil tersenyum.
“Baiklah
Fanny, silahkan mengambil tempat yang kosong” ujar Mr Grande. Aku pun mengedarkan indera penglihatanku, aku menangkap sebuah
bangku kosong di bagian belakang berseblahan dengan seorang gadis blonde. Aku
pun duduk di bangku itu, tapi aneh, kenapa semua mata yang tertuju kepadaku
menunjukan rasa...seperti rasa simpatik ? ketika aku duduk, pelajaran pun
langsung di mulai.
Aku
yang entah kenapa kurang fokus dengan pelajaran, mendapati gadis blonde yang duduk
berseblahan denganku, sedang melirik ke arahku, begitu aku menoleh, ia langsung
membuang wajah dan pura-pura memperhatikan penjelasan Mr Grande. Mendapati sedang di lirik nya, aku pun tersenyum ke
arahnya, lalu sambil berbisik, akupun berkata.
“Salam
kenal, namaku Fanny”
Namun
ia tidak merespon, ia malah berpura-pura menulis, aku malah jadi bingung dengan
sifatnya, akhirnya aku pun kembali mencoba fokus dengan pelajaran Mr Grande.
Saat
jam istirahat...
“Fanny
! tidak ku sangka kita akan satu sekolah” seorang gadis cantik berambut merah
yang kelihatan familiar menghampiriku, ituuu...Anastasya !
“Anastasya
! kau juga bersekolah di sini ?” aku terkejut.
“Yah
! seperti yang kau lihat, kita bukan hanya 1 sekolah, tapi juga senagkatan”
kata Anastasya.
“Aku
benar-benar tidak menyangka akan satu sekolah denganmu, jadi, mau ke Cafetaria bersama ?” tawarku, apalagi
aku belum mempunyai teman di sekolah ini.
“Tentu
saja mau, ayo, skalian, kuperkenalkan kau dengan teman-teman yang lain” kata
Anastasya, ternyata, Anastasya adalah orang yang baik, tidak pemilih teman dan
megasyikan.
Saat
di Cafetaria
“Oh,
jadi karena itu kau pindah kemari” Felira, yang merupakan teman Anastasya yang
ia perkenalkan pada ku ber-oh ria.
“Wah,
aku dengar, di Paris kalau waktu malam hari suasananya begitu romantis dan
indah, apa itu betul ?” salah satu teman baruku yang lainnya yang bernama Katie
bertanya dengan mata yang berbinar-binar.
“Yup,
betul sekali, bahkan aku yang lahir di Paris masih tetap takjub dengan
pemandangannya begitu malam datang, sebenarnya bukan hanya saat malam hari,
kapanpun kota Paris tetap terlihat indah” jawabku, saat ini, aku sedang
berkumpul dengan teman-teman perempuan sangkatanku di Cafetaria, kami duduk bersama di satu meja Cafetaria yang berukuran jumbo, aku sudah mulai berteman dengan
teman-teman seangkatanku dengan bantuan Anastasya, tapiii...aku tak melihat
gadis blonde yang duduk di sebelahku saat di kelas tadi, ia tidak berkumpul
bersama kami.
“Ngomong-ngomong,
aku tidak melihat gadis blonde yang duduk disebelahku waktu di kelas, ia dimana
? kok tidak ikut bergabung ngobrol sama kita ?” tanyaku, seketika teman-temanku
yang awalnya berisik berbincang-bincang langsung mematung.
“Kau
tahu Fanny, kau orang ternekat sekaligus orang ter beruntung” simpatik Fila
kepadaku.
“Maksudmu
?” aku menaikkan alis bingung.
“Gadis
blonde yang duduk di samping mu namanya Violeta Clara, mahluk paling ditakuti
senatero sekolah, dia itu...” penjelasan Fila terpotong begitu terdengar
keributan tak biasa di bagian kanan Cafetaria,
ternyata, sekelompok laki-laki yang sepertinya merupakan genk sedang membully
sekumpulan siswa siswi, dan di antara sekelompok laki-laki yang sedang membully
itu, terdapat satu perempuan berambut blonde, itu kan...Clara ?
“Hei
! sudah kubilang menyingkir dari meja ini ! apa kalian tuli yah ?!” Clara
dengan kasarnya berkata sambil menaikan kaki kanannya di atas meja dengan
sangat kuat, sampai-sampai, terdengar retakan dari meja Cafetaria itu.
“Atau,
kalian sudah bosan hidup ?!” tambah seorang anak berambut indigo jabrik dan
bermata kuning layaknya kucing sakartis sambil mencengkram kerah baju salah
satu korbannya, laki-laki itu nampak berkeringat dingin dan gemetar, ia
kemudian mengeleng dan mengambil langkah seribu dari tempat itu bersama
teman-temannyakorbannya pun bangkit kemudian lari.
“Hahahahahaha...kau
beruntung, hari ini aku sedang tidak mood menghajar, jadi kau selamat” tawa
Clara kemudian duduk di tempat yang barusan ia dan temannya rebut dengan tidak
manusiawi itu, setelah Clara mengatakan begitu, teman-teman genk nya menimpali
dengan tertawa iblis, membuat siapapun yang mendengar langsung bergidik ngeri.
“....”
Untuk
beberapa saat cafetaria hening, murid-murid yang mejanya berdekatan
dengan gengk Clara langsung pergi, namun tak lama, cafetaria kembali
berisik dengan tingkah gengk itu, karena gengk itu berisik, pada akhirnya
ketegangan di cafetaria mereda dan kembali terdengar murid-murid
mengobrol di sana sini.
“Itu
gengk Silister, ketuanya Clara sedangkan wakil ketuanya laki-laki berambut indigo
jabrik itu, namanya Rex, mereka adalah gerombolan gengk anak-anak berandal yang
hobinya membuat kasus” jelas Fila padaku.
“Meski
begitu untungnya kasus mereka masih standar, seperti membolos, menghajar
seseorang pun sangat jarang, menjahili dan yang paling parah pun mungkin cuma
membuat keributan” tambah Anastasya santai seakan-akan Gengk Silister hanya
seekumpulan semut.
“Tidak
ku sangka sekolah ini punya tukang teror, yaitu Gengk Silister dan ulahnya”
respon ku.
“Jika
kau pikir ulah Gengk Silister itu sudah termasuk dalam kategori MENEROR maka
kau salah besar” ralat Felira, refleks aku memasang tampang bertanya.
“Jika
ulah Silister masih standar, ada lagi yang ulah nya memiliki standar selangit,
gengk paling misterius yang pernah ada, Ex-Good” Felira membuat tampang
bertanya ku makin menjadi-jadi.
“Gengk
paling misterius ? memiliki standar selangit ? maksudnya ?” kerutan nampak
jelas di dahi ku.
“Ex-Good,
tidak diketahui jumlah kisaran maupun identitas anggotanya, siapa ketuanya dan
apa tujuan dari gengk ini benar-benar tidak diketahui, mereka bergerak bagaikan
bayangan di malam hari, tidak terlihat dan tidak di sadari, bagaikan bunglon
berubah warna” Anastasya menjawab salah satu kebingunganku dengan semangat.
“Nampaknya
kau menyukai Ex-Good heh ?” tantangku.
“Tentu
saja, mereka itu keren, meski bergerak lincah dan cepat, mereka masih sempat
saja meninggalkan tanda bahwa itu ulah mereka, apalagi kemunculan pertama
mereka, benar-benar menghebohkan, bukan hanya sekolah, tapi seluruh kota London
pun heboh”
“Memangnya
apa yang mereka lakukan di kemunculan pertama mereka ?” entah kenapa aku sangat
penasaran dengan Gengk Ex-Good ini.
“Biar
kuceritakan biar kuceritakan, ehem...jadi, dulu waktu kami masih kelas 7,
sekolah berulang tahun, karena kebetulan ulang tahunnya berpapasan dengan
selesainya semester 1, jadi diadakan Pekan Seni, namun karena sekolah ini
sangat besar pekan seninya benar-benar meriah, namun kemeriahan Pekan Seni di
potong, contohnya, tadi yang awalnya akan tampil banyak murid yang menyanyi,
jadi merosot jadi lima murid, karena ada tim pencari bakat, jadinya sekolah
hanya menampilkan murid dengan performance paling baik agar tidak memalukkan
nama sekolah, begitu pula dengan performance lainnya, seperti band atau baca
puisi, semuanya di buat seleksi terlebih dahulu barulah bisa tampil di Pekan
Seni”
“Ketika
Pekan Seni di mulai awalnya berjalan lancar-lancar saja, meriah lagi, tim
pencari bakat pun terpukau, namun ketika tiba di pertengahan acara, ketika
saatnya untuk bagi para murid yang akan olah vokal tampil, tiba-tiba pintu dari
backstage menuju panggung utama di halangi oleh karung yang digunakan untuk
menata panggung, karung-karung itu jatuh, para peserta sisanya kaget dan
melompat kebelakang”
“Pada
saat itu Mc yang ada di atas panggung utama panik dan buru-buru turun panggung,
tanpa diduga-duga, panggung utama ambruk ! terdapat lubang yang sangat besar
tercipta di panggung utama, bukan hanya itu, tirai peunutup panggung pun jatuh
dengan cepat, di situ, terpampang dengan jelas kalau tirai itu telah di cat
dengan cat khusus, tirainya di gambar dengan lambang Ex-Good, tentu saja ini
membuat semua penonton terkejut, apalagi di ujung atas tirai telah di taruh
speaker, di speaker itu berbunyi, ah, waktu itu mereka berkata apa yah...”
Katie meng-pause cerita supernya.
“Kami
adalah Ex-Good, kalian tidak melihat kami tapi kami ada, kalian tidak bisa
merasakan kami tapi disekitar kalian, Ex-Good, Grimreaper pembalas dendam” Anastasya
menlanjutkan penjelasan Katie dengan mengubah suaranya menjadi berat,
seolah-olah ia adalah Ex-Good.
Speechless,
mendengar cerita teman-temanku yang bisa kulakukan hanyalah speechless,
bukannya apa-apa, tapi aku hanya kagum, sekolah ini benar-benar luar biasa, aku
menemukan banyak hal unik di sekolah ini yang tak akan ku temukan di sekolah
lainnya, maksudku, hell, berapa banyak sekolah yang murid-muridnya
mendirikan organisasi rahasia dengan kelakuan tak di duga seperti dapat membuat
panggung utama yang tadinya baik-baik saja menjadi berlubang dalam hitungan
detik ? mereka melakukannya tanpa meninggalkan jejak identitas mereka,
ckckckck...baru jadi organisasi berandalan sekolah saja sudah sehebat ini,
entah bagaimana kalau jadi teroris.
“Ex-Good,
benar-benar luar biasa, tapi tunggu dulu, dengan ulah seperti itu, apakah tidak
pernah ada korban jiwa ?” komentar ku setelah beberapa menit speechless. Mereka
menggeleng.
“Tidak,
tidak ada, ulah yang dilakukan Ex-Good mungkin besar, tapi semuanya nampaknya
di perhitungkan dengan matang-matang dengan tujuan yang jelas jadi ulah mereka
selalu berjalan mulus dan halus, sampai saat ini ulah Ex-Good yang di ketahui
publik tidak pernah memakan korban jiwa” Fila yang menjawab, aku mangut-mangut.
TRIRIRRIRIRING.....
“Ah
itu belnya, tidak terasa yah 45 menit selesai, yah...kalau sudah mebicarakan
Ex-Good memang tidak ada habis-habisnya, ayo, kita ke kelas berikutnya, kelas
mu berikutnya apa Fanny ?” tanya Anastasya.
“Hmmm...kelas
Bahasa Perancis, apa ada diantara kalian yang sama denganku kelasnya ?” aku
balik bertanya, mereka menggeleng, aku tersenyum pahit, harus cari teman baru
lagi.
“Yasudah
kalau begitu, aku pergi ke loker ku dulu yah, sampai nanti” pamit ku.
“Sampai
nanti”
“Sampai
nanti” kami semua saling berpamitan.
Langkah
ku tergesa-gesa menuju kelas berikutnya, sial sial sial, bagaimana bisa aku
sesial ini, sudah salah membaca peta lokasi sekolah, malah sekarang petanya
hilang, haduuuuh...jadi terlambat masuk kelas deh.
Karena
terburu-buru mencari kelas ku, aku tidak memperhatikan jalan hingga sampai di
perempatan koridor...
BRUK
Aku
menabrak seseorang, menyebabkan buku-bukunya yang berjumlah banyak berserakkan,
buku-buku ku pun demikian, tapi punya ku tidak terlalu berserakkan, karena
merasa bersalah aku membantunya memungut buku.
“Ah
maaf, aku terburu-buru jadi jalanku ceroboh” pinta ku sambli menyerahkan buku
itu padanya, orang yang ku tabrak mengangkat muka dan dapat kulihat wajah
seorang siswa dengan tampang culun, khas kutu buku.
“Hn”
jawabnya dingin namun tidak berkesan ketus.
“Ano...kebetulan,
apakah kau tau dimana kelas Bahasa Perancis ?” aku mencoba mencari lokasi
kelas.
“Apakah
itu kelasmu berikutnya ? aku tidak pernah melihat mu” responnya.
“Ah
ya, aku murid baru, perkenalkan, namaku Selestia Tifannya” aku memperkenalkan
diriku, sambil mengulurkan tangan, ia membalas uluran tangan ku kemudian
melepasnya.
“Kevin,
Kevin Pearce” setelah itu ia membuka buku yang tadi di bawanya, kemudian
menulis namaku di sana, ah ! itu buku absen !
“Kelas
bahasa Perancis di ujung koridor” katanya sambil menunjuk koridor tempat ia
datang.
“Ah
baiklah, senang berkenalan denganmu Kevin !” setelah berkata begitu aku
langsung melangkah buru-buru ke kelas.
“Permisi,
maaf aku terlambat” ucapku takut-takut begitu memasuki kelas, otomatis semua di
kelas menoleh ke arahku.
“Hm
? siapa kau ? aku baru melihat mu Miss...”
“Selestia,
Selestia Tifannya. Maaf Mr, aku murid baru jadi tersesat” aku menyambung
perkataan guru paruh baya itu.
“Ah
tidak apa kalau begitu, perkenalkan saya Mr Fernando, kebetulan Miss Selestia
kami kekurangan orang dalam membagi kelompok, kau sekelompoklah dengan Miss
Violeta” ujar Mr Fernando sambil menunjuk sesosok yang tak asing lagi yang
sedang duduk di barisan paling kanan bagian tengah, Clara.
“A
a” aku tak dapat berkata-kata, takdir lucu apa ini ?!
Terpaksa
dan lamat-lamat aku menuju ke arah Clara dan dengan kaku duduk di sampingnya.
“Mr
Pearce, akhirnya kamu kembali ! kamu sudah melakukan apa yang saya pinta ?”
tiba-tiba Mr Fernando berseru, aku melihat ke depan dan mendapai siswa
bertampang culun yang tadi kutabrak sedang di depan kelas.
“Sudah”
jawab Kevin.
“Ah,
kalau begitu kau sekolompoklah dengan Miss Violeta dan Miss Selestia”
DZEEEENG
Kelompok
apa-apaan iniii...! preman+anak baru+kutu buku.
“Ok
Class, pembagian kelompoknya sudah selesai, tugas masing-masing kelompok adalah
bla bla bla...” Mr Fernando mulai memberi instruksi, ugh, aku harap kelompok
ini baik-baik saja.
“Dalam
kelompok harus ada ketuanya, karena aku tidak cocok mengketuai hal-hal berbau
pelajaran mungkin diantara kalian saja, Pearce yang kutu buku atau anak baru
ini yang pindahan dari Perancis” ucap Clara tiba-tiba.
“Aaa
tidak jangan aku, aku mustahil cocok untuk jadi ketua tim, lebih baik Pearce
saja” bantah ku cepat, kemudian menunjuk Kevin yang duduk berhadapan dengan
kami.
“Haah...baiklah” Kevin
membuang napas panjang dan kami pun mulai mengerjakan tugas diskusi kami, dan
aku jadi sasaran tempat bertanya Clara kalau tidak mengerti dengan bahasa
Perancis, atau dia sengaja membuat ku kesal, aku bahkan berulang-ulang kali
mendesah frustasi, kumohon ! beri aku kesabaran untuk melewati hari berat
iniii....!
Next To Ex-Good Bab 3 : Me ? In Ex-Good ?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kalo komentar yang sopan yah
Jangan iklankan link-link berbau dewasa, di larang !
Jangan gunakan bahasa yang tarlalu gahul -_-
Sekian m-,-)m